Senin, 31 Maret 2014

True Friend



Kata orang, mencari 1 orang sahabat sejati jauh lebih susah dibandingkan mencari 1000 orang teman.
That’s right.

Sebenarnya apa sih sahabat sejati alias true friend itu? Kenapa susah sekali untuk menemukan satu saja sahabat sejati? Karena banyak kriteria yang harus dipenuhi sebagai seorang sahabat sejati, antara lain:
1.      Selalu senantiasa ada untuk sahabatnya.
2.      Bisa mengerti dan menerima segala kelebihan dan kekurangan sahabatnya.
3.      Mampu bersikap jujur dan menaruh rasa percaya pada sahabatnya.
4.      Mampu memaafkan dan mau meminta maaf dengan sahabatnya.
5.      Dll

Memang susah mencari orang yang bisa melakukan semua itu. Bisa saja kita menemukan orang yang memang bisa menerima kekurangan kita, tapi tidak pernah ada ketika kita membutuhkan (kadang malah sebaliknya, kita yang ada untuknya ketika dia membutuhkan).

Banyak orang yang bilang sama aku, “Kita kan sahabat.” But, ketika aku butuh dukungan, butuh saran, butuh bantuan, mereka hanya mengatakan hal-hal seperti di bawah ini:
-          “Aku dukung lewat doa ya.”
-          “Kamu lakukan aja yang terbaik buat kamu.”
-          “Err, aku gak bisa bantu nih.”
-          “Sorry, aku lagi ada urusan.”
-          “…”
Apa maksud poin terakhir itu? Ya, itu yang paling parah, tidak merespon ketika kita membutuhkan.

Kata orang, sahabat yang baik itu menampar dari depan dan bukan menusuk dari belakang. Banyak orang-orang yang mengaku sahabatku justru tidak tega mau “menampar” aku, mereka malah berusaha seolah sangat menghargai pendapatku.

Sahabat sejati itu gak akan segan-segan mengatakan, “Kamu tuh bodoh banget sih mau ngelakuin itu??”, “Kamu itu buta ya? Masih mau aja percaya sama dia!”, “Udahlah! Kamu jangan mau dibodohin lagi!”, “Kamu itu childish banget sih!”, dan segala macam umpatan yang bersifat mendorong kita untuk menjadi lebih baik.

Sahabat sejati itu rela bertengkar dengan kamu, asalkan kamu sadar akan kesalahanmu.
Sahabat sejati itu rela bertengkar dengan orang lain demi membela kamu.
Sahabat sejati itu ….
It’s too hard to explain.

---

It’s not easy for me to find this girl, Jenny Florentina.

Boleh dibilang, dialah sahabat sejatiku yang sesungguhnya (mendadak jadi geli sendiri dengan kata-kata ini -_-).

Dia sering marahin aku, “Begok banget sih mau sama dia!” ketika aku mau menerima cowok yang sudah jelas tidak baik.
Dia juga gak jarang berargumentasi denganku.
Dia juga sering ngomel “Ngapain sih idolain orang-orang itu?? Ampun deh!” ketika aku mengidolakan artis gak jelas.

Istilahnya, dia berani-berani saja “menampar”ku ketika aku salah. Dan dia tidak akan pernah menusukkan pisau tajam padaku dari belakang.

Aduh, kenapa jadi puitis gini ya? -_-

Fine, to the point aja deh.

Kenal dia lebih dari 4 tahun lebih. Dari adiknya yang paling kecil masih berumur 2 tahun, sampai sekarang sudah masuk SD kelas 1. Dari kami berdua masih childish banget sampai kami sudah belajar bersikap dewasa.

Seluruh anggota keluarganya sudah mengenalku (begitu juga sebaliknya). Pernah makan di rumahnya. Pernah berangkat sekolah bareng. Pernah pulang ke rumah bareng. Punya T-shirt couple (oke, ini gak nyambung).

Dia iri dengan suaraku yang berat, karena suara dia cukup nyaring.
Dia (mungkin) juga iri dengan tinggi badanku. Hahah.

Sebenarnya, dia tidak lebih cantik dari aku (ya ampun, PD banget!). Dia juga gak lebih pintar dari aku (yang ini, dia ngaku sendiri loh). Dia juga gak lebih dewasa dari aku (ini juga dia yang ngaku). Tapi sebenarnya ada satu hal dari hidup dia yang sangat aku inginkan. Keluarga harmonis.

Tiap kali kalau ke rumahnya atau ikut mobil keluarganya kemana-mana, ada suatu kebahagian tersendiri melihat keluarganya. Dia dan adik-adiknya memang sering bertengkar. Dia juga sering kena marah oleh papa mamanya. Tapi setiap kali kami ada lomba, keluarganya selalu hadir dan menjadi supporter setia kami. Keluarganya memang bukan harmonis di “permukaan”, tapi kalau diperhatikan lebih dalam, mereka keluarga yang sangat harmonis (menurut gue aja sih.)

Tapi sebenarnya bukan itu inti utama dari post ini (ya ampun, udah panjang lebar tapi belum sampai ke inti).

Jadi intinya adalah……………
Aku sangat bersyukur karena memiliki seorang sahabat sejati seperti dia. Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarganya. Aku bersyukur bisa mengisi 1/16 dari memori kehidupannya. Aku bersyukur bisa memiliki 0,0015 cm2 luas di hatinya. Aku bersyukur ……. Sangat bersyukur………..

Thanks for everything, daughter.
Thanks for everything, best friend.

NB : Post ini tidak dipublikasikan dengan alasan memperingati rangka apa pun. Karena hari ini bukan ulang tahunmu, bukan ulang tahunku, dan bukan peringatan hari bertemunya kita berdua. Hari ini hanya sebuah hari Senin sederhana yang membuatku terbangun dengan penuh rasa syukur.

Senin, 17 Maret 2014

Salah Jurusan

Kalau gue bilang gue salah jurusan, gak banyak yang bakal percaya.

Salah jurusan disini maksudnya adalah salah jurusan di sekolah. Sejak kelas 3 SMP, mama gue udah tanyain gue mau masuk jurusan akuntansi gak (sebenarnya bukan nanya, tapi nyuruh). Berhubung gue adalah anak yang berbakti pada orang tua, nusa dan bangsa, maka gue turutin perintah mama gue buat masuk jurusan akuntansi.

Awalnya gue pikir gue bakalan cocok di jurusan ini, karena keluarga gue (terutama kedua kakak gue) adalah peminat akuntansi. Sebenarnya dari satu tahun pertama di sekolah itu, gue sudah merasa tidak memiliki bakat yang baik dalam jurusan ini. Mendengar kata siklus akuntansi saja gue sudah merinding. Membayangkan bagaimana mengelolah sebuah bukti transaksi hingga menjadi sebuah laporan keuangan. Apa yang gue pelajari di kelas satu saja sudah lupa. Ini jelas bukan sindrom biasa yang dialami 99% pelajar di dunia, tapi sebuah penyakit khusus yang dialami gue karna ketidakcocokan dengan jurusan akuntansi.

Gue gak berani bilang kalau gue sebenarnya gak suka akuntansi, berhubung mama gue udah susah payah biayain gue sekolah di jurusan akuntansi. Tapi bahkan orang yang membiayai gue sekolah (iya, mama gue) aja mengakui kalau gue "bukan anak akuntansi". Kedua kakak gue juga mengatakan demikian. Ya, akhirnya mereka melihat minat dan talenta gue yang sebenarnya.

Siapa yang bisa menebak talenta gue yang sebenarnya? Oke, langsung saja. Bakat gue adalah di bidang seni.

Hahaha. Gue sendiri mau ketawa waktu ketik kata "seni" di atas. Yang bener aja? Gue, seorang cewek yang gak cewek-cewek banget, berbakat di bidang seni? Iya, tidak di semua bidang seni.

Tapi secara garis besar, saya menyukai dua bidang seni, yaitu Drawing and Acting.

Gambar-gambar hasil coretan tangan saya sudah sering dipuji oleh kakak dan mama gue (sebenarnya gue khawatir, apa mereka memuji gambar gue karna gue keluarga mereka?). Mungkin bakat menggambar (ingat, MENGGAMBAR, bukan MELUKIS, itu beda!) ini sudah diketahui banyak orang (eakkk), tapi bakat yang satu lagi, belum ada yang mengetahui selain gue dan Tuhan.

Iya, bakat yang gue maksud adalah acting. Siapa yang menduga gue suka acting? Sebenarnya sejak kecil gue udah jago acting. Misalnya, waktu ketahuan sama mama kalau aku menyontek di sekolah, gue bakal merubah ekspresi ketakutan menjadi ekspresi tenang dan berkata, "Apa sih, ma? Gak penting banget aku nyontek demi dapat nilai bagus? Lagian aku juga tetap dapat nilai jelek kan? Mana mungkin nyontek."
Oke, yang itu jangan ditiru.

Tapi , semenjak memasuki usia remaja (dan dengan semakin seringnya menonton drama dari berbagai negara), gue menjadi lebih tertarik dengan dunia acting. Gue berniat memperdalam bakat gue disini. Asal tahu aja ya, kalau gue lagi gak ada kerjaan, gue bakal ngomong sendiri kayak orang gila. Tapi itu gue lagi acting, bukan gila. 

Nah, karena kemungkinan 98% gue bakal lanjutin kuliah di bidang Ekonomi (mamanya si akuntansi), jadi gue mempunyai rencana ingin memasuki dunia entertainment di Singapura setelah lulus kuliah nanti. Pertanyaan pertama, serius lu? Oke, niat gue ini sudah 50%. Tinggal restu orang tua dan keluarga aja.
Pertanyaa kedua, kenapa harus Singapura? Karena drama Singapura lah yang memberikan pengaruh terbesar dalam niat gue ini. Dan, idola gue itu ada di Singapura. Kan keren tuh kalau gue bisa satu industri sama sang idola. Hahaha.

Tapi, itu semua masih harapan. Apa pun yang terjadi nantinya, tetap bersyukur dan terima kenyataan.

Sebenarnya gue punya satu bakat lagi, bercerita. Ya, baik cerita nyata maupun cerita yang keluar spontan dari otak gue. Tapi gue agak ragu kalau ini bakat. Soalnya, gue lebih sering berceloteh daripada bercerita normal kayaknya. Biarlah, anggap saja ini bakat. Toh, banyak yang senang dengan celotehan gue (semogaa).

"Dreams are like stars. You can't touch them, but if you follow them, they will lead you to your destiny."