Selasa, 04 Juni 2013

We Try, We Sacrifice, They Close Their Eyes

Bulan Mei dan Juni ini benar-benar bukan bulan yang indah. Ini neraka.

Dari awal Mei kemarin sudah disibukkan dengan perlombaan debat bahasa inggris. Dua jenis. Yang diadakan oleh Pemko Batam (Batam Expo), dan untuk O2SN.

Yang di Pemko Batam, memang tidak ada harapan. Karena persiapan kami yang memang tidak matang.
Dan tanggal 17 Mei kemarin, kami mengikuti lomba untuk O2SN. Berhasil lolos ke babak semi final.

Dan hari ini, babak semi final di mulai, dilanjutkan dengan babak final hari ini juga. Kami tidak lolos ke babak final. Kami berhenti di posisi ke-6. Tapi bukan itu yang membuatku kesal, sedih, down. Hal lain lagi yang membuatku down.

Orang-orang yang tidak akan pernah mengerti besarnya perjuangan kami dan bagaimana perasaan kami. Guru. Sebagai seorang guru, apalagi wali kelas kami, seharusnya dia mampu memberikan support sekaligus pengertian terhadap anak didiknya. Tapi ini tidak.

Layaknya para peserta lomba, kami memang harus mempersiapkan banyak materi. Dan pasti hampir setiap hari di sekolah, kami disibukkan dengan urusan lomba. Wajar saja jika kami tidak bisa hadir di kelas untuk mengikuti pelajaran. Sebagai seorang guru, harusnya dia mengerti.

Mungkin kami salah kalau kami tidak sempat ijin dengannya. Tapi bayangkan saja, pagi-pagi kami datang sudah dipanggil ke lantai bawah untuk membahas persiapan untuk lomba. Kami langsung turun pastinya. Lagipula dia juga terlambat datang ke kelas. Okelah. Salah kami tidak ijin. Tapi kami juga bukannya TIDAK PERNAH ijin.

Saya pernah turun ke bawah begitu sudah dipanggil, lalu saya naik lagi ke kelas dan meminta ijin padanya. Dan apa yang dia katakan? "Lho, turun saja. Ngapain minta ijin lagi. Kan sudah biasa seperti itu."

Saya tahu betul itu sindiran. Sindiran untuk kami yang menurutnya TIDAK PERNAH ijin dan TIDAK MENGHORMATINYA.

Dan pagi ini, salah satu teman se-tim saya dalam lomba ini mengatakan bahwa guru itu berkata seperti ini di kantor guru, "Saya juga sempat kesal sama mereka bertiga. Baru masuk jam pelajaran, sudah tidak nampak batang hidungnya."

Oh Tuhan! Dia pikir kami senang meninggalkan pelajaran di kelas? Mungkin ada 30% rasa senang karena bisa skip pelajaran di kelas. Tapi kami juga lelah dan khawatir dengan nilai kami. Bagaimana kami mengejar nilai kami di pelajaran yang tertinggal. Itu juga yang kami pikirkan.

Apa dia pikir kami rela datang pagi dan sepanjang hari duduk di tempat yang sama untuk membahas hal yang sama berulang kali? Kami juga capek. Kami juga tidak senang. Tapi apa boleh buat, untuk sekolah.

Aku benar-benar kesal dengan kejadian ini. Apalagi sebelumnya, aku memang dikenal sebagai murid yang cukup dekat dengannya, bahkan disebut sebagai "anak emas"nya (bukan menyombongkan diri). Apa yang terjadi kalau anak emas sudah membuat "ibu"nya yang begitu tidak pengertian itu marah? Kiamat.

Aku tidak begitu peduli lagi sekarang. Aku hanya ingin membuktikan padanya bahwa aku melakukan semua ini demi sekolah. Dan sekalipun aku tidak mengikuti pelajarannya, aku tetap bisa mengerjakan tugas dengan baik.

Dan besoklah saatnya untuk membuktikan. Karena besok ada ulangan untuk mata pelajarannya itu. Akan aku buktikkan bahwa aku tidak hanya mementingkan lomba dan bahwa aku bukannya tidak menghormati dia, aku tetaplah murid yang belajar, murid yang mengejar nilai. Aku tetap bisa seperti dulu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar