Minggu, 30 Juni 2013

My Target, My Victory, My Pride...?

Dulu males mau denger kata-kata orang yang bilang, "mimpi akan menjadi nyata", "milikilah tujuan dalam hidupmu", "kegagalan itu awal dari keberhasilan".
Dulu bagi saya, itu semua bullshit.
Tapi sekarang saya baru tahu, kita tidak boleh menganggap hal itu bullshit kalau kita belum mencobanya sendiri.

Pertama kali menyadari "keajaiban" dari sebuah target itu ketika mengikuti ujian MTK di sekolah dua minggu yang lalu.
Awalnya hanya main-main, memasang target "harus dapat nilai 100 untuk ujian MTK". Memang hanya main-main waktu itu, tidak berpikir apa-apa. Tapi tanpa saya sadari, saya benar-benar berusaha mencapai target itu. Finally, waktu pemberitahuan nilai hasil ujian MTK, saya dapat nilai 100. Saya salah satu dari dua orang yang mendapat nilai 100 di kelas saya.

Tidak hanya di mata pelajaran MTK, tapi juga di 7 mata pelajaran lainnya dari total 16 mata pelajaran. Sisanya masih lulus dengan nilai memuaskan.

Empat hari yang lalu, satu hari sebelum pengambilan raport, teman-teman memberitahu saya kabar gembira yang cukup mengejutkan. Saya juara umum 1 untuk kedua kalinya. Ya, untuk kedua kalinya di sekolah itu. Tapi bagi saya, itu baru pertama kalinya saya mendapat juara umum 1. Karena di semester sebelumnya, itu bukanlah juara umum milik saya. Itu kesalahan perhitungan nilai rata-rata.

Dan kabar itu mengingatkan saya akan satu hal. Begitu tiba di rumah, saya membuka notes di HP saya. Tertulis jelas di sana:
"Today, I get this because of mistake. This is not my award. Maybe they will laugh at me and say that I'm not the real winner, I can't get this award. But, no problem. Let them laugh at me. But I'll prove to them, that one day, I will get this award again. Without any mistake. - 22 Desember 2012"

Target. Itu target yang saya tulis sehari setelah pembagian raport semester ganjil. Saya baru sadar, itu sebuah target luar biasa yang saya tulis waktu itu. Dan saya mendapatkannya. Saya benar-benar berhasil mewujudkan target itu. Tanpa kesalahan apa pun.


My trophy

Dan ancaman paling menyeramkan begitu saya meraih target saya adalah KESOMBONGAN. Saya sendiri sadar akan ancaman itu dan mulai khawatir dengan diri sendiri. Benar-benar gak berharap rasa sombong itu bisa merayap dalam diri saya, karena siapa pun tahu sombong itu tidak ada untungnya. Dibenci orang.

Tapi manusia mana yang tidak akan sombong begitu mendapatkan kemenangannya?
Foto di atas juga salah satu bentuk kesombongan saya. Tapi siapa yang mengerti kalau saya bilang, "Saya bukannya mau menyombongkan diri."

Begitu saya menang, berhasil, sukses, yang ada di pikiran orang-orang adalah "pasti nanti dia sombong." Tapi mau gimana lagi kalau memang itu pikiran orang lain? Saya juga punya harapan yang sama dengan orang lain, tidak menjadi sombong karena kemenangan yang diraih.

Mendapatkan kemenangan memanglah indah, tapi tak akan menjadi indah lagi jika sudah dihinggapi rasa sombong.
Rendah diri dan bersyukur memanglah indah, tapi melawan rasa sombong juga tidaklah mudah.
Kau tak akan pernah tahu sulitnya menerima kemenangan dan melawan rasa sombong di saat yang sama, sebelum kau sendiri yang mengalaminya.
Please understand. :')

Selasa, 04 Juni 2013

We Try, We Sacrifice, They Close Their Eyes

Bulan Mei dan Juni ini benar-benar bukan bulan yang indah. Ini neraka.

Dari awal Mei kemarin sudah disibukkan dengan perlombaan debat bahasa inggris. Dua jenis. Yang diadakan oleh Pemko Batam (Batam Expo), dan untuk O2SN.

Yang di Pemko Batam, memang tidak ada harapan. Karena persiapan kami yang memang tidak matang.
Dan tanggal 17 Mei kemarin, kami mengikuti lomba untuk O2SN. Berhasil lolos ke babak semi final.

Dan hari ini, babak semi final di mulai, dilanjutkan dengan babak final hari ini juga. Kami tidak lolos ke babak final. Kami berhenti di posisi ke-6. Tapi bukan itu yang membuatku kesal, sedih, down. Hal lain lagi yang membuatku down.

Orang-orang yang tidak akan pernah mengerti besarnya perjuangan kami dan bagaimana perasaan kami. Guru. Sebagai seorang guru, apalagi wali kelas kami, seharusnya dia mampu memberikan support sekaligus pengertian terhadap anak didiknya. Tapi ini tidak.

Layaknya para peserta lomba, kami memang harus mempersiapkan banyak materi. Dan pasti hampir setiap hari di sekolah, kami disibukkan dengan urusan lomba. Wajar saja jika kami tidak bisa hadir di kelas untuk mengikuti pelajaran. Sebagai seorang guru, harusnya dia mengerti.

Mungkin kami salah kalau kami tidak sempat ijin dengannya. Tapi bayangkan saja, pagi-pagi kami datang sudah dipanggil ke lantai bawah untuk membahas persiapan untuk lomba. Kami langsung turun pastinya. Lagipula dia juga terlambat datang ke kelas. Okelah. Salah kami tidak ijin. Tapi kami juga bukannya TIDAK PERNAH ijin.

Saya pernah turun ke bawah begitu sudah dipanggil, lalu saya naik lagi ke kelas dan meminta ijin padanya. Dan apa yang dia katakan? "Lho, turun saja. Ngapain minta ijin lagi. Kan sudah biasa seperti itu."

Saya tahu betul itu sindiran. Sindiran untuk kami yang menurutnya TIDAK PERNAH ijin dan TIDAK MENGHORMATINYA.

Dan pagi ini, salah satu teman se-tim saya dalam lomba ini mengatakan bahwa guru itu berkata seperti ini di kantor guru, "Saya juga sempat kesal sama mereka bertiga. Baru masuk jam pelajaran, sudah tidak nampak batang hidungnya."

Oh Tuhan! Dia pikir kami senang meninggalkan pelajaran di kelas? Mungkin ada 30% rasa senang karena bisa skip pelajaran di kelas. Tapi kami juga lelah dan khawatir dengan nilai kami. Bagaimana kami mengejar nilai kami di pelajaran yang tertinggal. Itu juga yang kami pikirkan.

Apa dia pikir kami rela datang pagi dan sepanjang hari duduk di tempat yang sama untuk membahas hal yang sama berulang kali? Kami juga capek. Kami juga tidak senang. Tapi apa boleh buat, untuk sekolah.

Aku benar-benar kesal dengan kejadian ini. Apalagi sebelumnya, aku memang dikenal sebagai murid yang cukup dekat dengannya, bahkan disebut sebagai "anak emas"nya (bukan menyombongkan diri). Apa yang terjadi kalau anak emas sudah membuat "ibu"nya yang begitu tidak pengertian itu marah? Kiamat.

Aku tidak begitu peduli lagi sekarang. Aku hanya ingin membuktikan padanya bahwa aku melakukan semua ini demi sekolah. Dan sekalipun aku tidak mengikuti pelajarannya, aku tetap bisa mengerjakan tugas dengan baik.

Dan besoklah saatnya untuk membuktikan. Karena besok ada ulangan untuk mata pelajarannya itu. Akan aku buktikkan bahwa aku tidak hanya mementingkan lomba dan bahwa aku bukannya tidak menghormati dia, aku tetaplah murid yang belajar, murid yang mengejar nilai. Aku tetap bisa seperti dulu!