Halo, my beloved "daughter". :D
Nampaknya aku harus mengucapkan "Happy Birthday" lebih cepat dari yang lainnya, karena:
1. Besok kemungkinan 90% aku gak bisa buka internet dikarenakan paket Speedy yang terbatas. Hahaha. Mungkin kamu akan bertanya, "Terus kenapa gak besok aja baru buka internet, hari ini gak usah?" Jawabannya: ada hal urgent yang harus aku lakukan hari ini yang memerlukan internet. Jadi, ya terpaksa hari ini. :(
2. Aku gak tau kamu masih ada pegang HP atau gak, jadi gak bisa mengucapkan lewat SMS.
3. Aku gak sanggup untuk telepon ke telepon rumahmu atau pun nomor HP mu, karena aku gak punya pulsa yang cukup. :D (miskin sih)
Jadi, karena ketiga alasan di atas (yang agak konyol), maka aku memutuskan akan mengucapkan selamat ulang tahun hari ini saja.
Okay, Happy 16th Birthday, Jenny Florentina !
Semoga semakin baik hati.
Semoga semakin pintar, baik pintar dalam ilmu pengetahuan di sekolah maupun pintar dalam hal positif lainnya (pintar main piano, pintar debat bahasa inggris :D, atau apa pun itu yang positif). Asal jangan makin pintar bohong aja :D
Semoga semua yang kamu "semoga"-kan di ulang tahun mu ini akan tercapai.
Semoga semakin dekat dengan-Nya, Tuhan Yesus.
Semoga semakin disayang oleh keluarga dan sahabat.
Semoga semakin lengket dengan FL.
Semoga segala hal dalam hidupmu menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
That's all.
Once again, HAPPY BIRTHDAY! :)
Senin, 08 Juli 2013
Minggu, 30 Juni 2013
My Target, My Victory, My Pride...?
Dulu males mau denger kata-kata orang yang bilang, "mimpi akan menjadi nyata", "milikilah tujuan dalam hidupmu", "kegagalan itu awal dari keberhasilan".
Dulu bagi saya, itu semua bullshit.
Tapi sekarang saya baru tahu, kita tidak boleh menganggap hal itu bullshit kalau kita belum mencobanya sendiri.
Pertama kali menyadari "keajaiban" dari sebuah target itu ketika mengikuti ujian MTK di sekolah dua minggu yang lalu.
Awalnya hanya main-main, memasang target "harus dapat nilai 100 untuk ujian MTK". Memang hanya main-main waktu itu, tidak berpikir apa-apa. Tapi tanpa saya sadari, saya benar-benar berusaha mencapai target itu. Finally, waktu pemberitahuan nilai hasil ujian MTK, saya dapat nilai 100. Saya salah satu dari dua orang yang mendapat nilai 100 di kelas saya.
Tidak hanya di mata pelajaran MTK, tapi juga di 7 mata pelajaran lainnya dari total 16 mata pelajaran. Sisanya masih lulus dengan nilai memuaskan.
Empat hari yang lalu, satu hari sebelum pengambilan raport, teman-teman memberitahu saya kabar gembira yang cukup mengejutkan. Saya juara umum 1 untuk kedua kalinya. Ya, untuk kedua kalinya di sekolah itu. Tapi bagi saya, itu baru pertama kalinya saya mendapat juara umum 1. Karena di semester sebelumnya, itu bukanlah juara umum milik saya. Itu kesalahan perhitungan nilai rata-rata.
Dan kabar itu mengingatkan saya akan satu hal. Begitu tiba di rumah, saya membuka notes di HP saya. Tertulis jelas di sana:
"Today, I get this because of mistake. This is not my award. Maybe they will laugh at me and say that I'm not the real winner, I can't get this award. But, no problem. Let them laugh at me. But I'll prove to them, that one day, I will get this award again. Without any mistake. - 22 Desember 2012"
Target. Itu target yang saya tulis sehari setelah pembagian raport semester ganjil. Saya baru sadar, itu sebuah target luar biasa yang saya tulis waktu itu. Dan saya mendapatkannya. Saya benar-benar berhasil mewujudkan target itu. Tanpa kesalahan apa pun.
Dan ancaman paling menyeramkan begitu saya meraih target saya adalah KESOMBONGAN. Saya sendiri sadar akan ancaman itu dan mulai khawatir dengan diri sendiri. Benar-benar gak berharap rasa sombong itu bisa merayap dalam diri saya, karena siapa pun tahu sombong itu tidak ada untungnya. Dibenci orang.
Tapi manusia mana yang tidak akan sombong begitu mendapatkan kemenangannya?
Foto di atas juga salah satu bentuk kesombongan saya. Tapi siapa yang mengerti kalau saya bilang, "Saya bukannya mau menyombongkan diri."
Begitu saya menang, berhasil, sukses, yang ada di pikiran orang-orang adalah "pasti nanti dia sombong." Tapi mau gimana lagi kalau memang itu pikiran orang lain? Saya juga punya harapan yang sama dengan orang lain, tidak menjadi sombong karena kemenangan yang diraih.
Dulu bagi saya, itu semua bullshit.
Tapi sekarang saya baru tahu, kita tidak boleh menganggap hal itu bullshit kalau kita belum mencobanya sendiri.
Pertama kali menyadari "keajaiban" dari sebuah target itu ketika mengikuti ujian MTK di sekolah dua minggu yang lalu.
Awalnya hanya main-main, memasang target "harus dapat nilai 100 untuk ujian MTK". Memang hanya main-main waktu itu, tidak berpikir apa-apa. Tapi tanpa saya sadari, saya benar-benar berusaha mencapai target itu. Finally, waktu pemberitahuan nilai hasil ujian MTK, saya dapat nilai 100. Saya salah satu dari dua orang yang mendapat nilai 100 di kelas saya.
Tidak hanya di mata pelajaran MTK, tapi juga di 7 mata pelajaran lainnya dari total 16 mata pelajaran. Sisanya masih lulus dengan nilai memuaskan.
Empat hari yang lalu, satu hari sebelum pengambilan raport, teman-teman memberitahu saya kabar gembira yang cukup mengejutkan. Saya juara umum 1 untuk kedua kalinya. Ya, untuk kedua kalinya di sekolah itu. Tapi bagi saya, itu baru pertama kalinya saya mendapat juara umum 1. Karena di semester sebelumnya, itu bukanlah juara umum milik saya. Itu kesalahan perhitungan nilai rata-rata.
Dan kabar itu mengingatkan saya akan satu hal. Begitu tiba di rumah, saya membuka notes di HP saya. Tertulis jelas di sana:
"Today, I get this because of mistake. This is not my award. Maybe they will laugh at me and say that I'm not the real winner, I can't get this award. But, no problem. Let them laugh at me. But I'll prove to them, that one day, I will get this award again. Without any mistake. - 22 Desember 2012"
Target. Itu target yang saya tulis sehari setelah pembagian raport semester ganjil. Saya baru sadar, itu sebuah target luar biasa yang saya tulis waktu itu. Dan saya mendapatkannya. Saya benar-benar berhasil mewujudkan target itu. Tanpa kesalahan apa pun.
My trophy
Dan ancaman paling menyeramkan begitu saya meraih target saya adalah KESOMBONGAN. Saya sendiri sadar akan ancaman itu dan mulai khawatir dengan diri sendiri. Benar-benar gak berharap rasa sombong itu bisa merayap dalam diri saya, karena siapa pun tahu sombong itu tidak ada untungnya. Dibenci orang.
Tapi manusia mana yang tidak akan sombong begitu mendapatkan kemenangannya?
Foto di atas juga salah satu bentuk kesombongan saya. Tapi siapa yang mengerti kalau saya bilang, "Saya bukannya mau menyombongkan diri."
Begitu saya menang, berhasil, sukses, yang ada di pikiran orang-orang adalah "pasti nanti dia sombong." Tapi mau gimana lagi kalau memang itu pikiran orang lain? Saya juga punya harapan yang sama dengan orang lain, tidak menjadi sombong karena kemenangan yang diraih.
Mendapatkan kemenangan memanglah indah, tapi tak akan menjadi indah lagi jika sudah dihinggapi rasa sombong.
Rendah diri dan bersyukur memanglah indah, tapi melawan rasa sombong juga tidaklah mudah.
Kau tak akan pernah tahu sulitnya menerima kemenangan dan melawan rasa sombong di saat yang sama, sebelum kau sendiri yang mengalaminya.
Please understand. :')
Selasa, 04 Juni 2013
We Try, We Sacrifice, They Close Their Eyes
Bulan Mei dan Juni ini benar-benar bukan bulan yang indah. Ini neraka.
Dari awal Mei kemarin sudah disibukkan dengan perlombaan debat bahasa inggris. Dua jenis. Yang diadakan oleh Pemko Batam (Batam Expo), dan untuk O2SN.
Yang di Pemko Batam, memang tidak ada harapan. Karena persiapan kami yang memang tidak matang.
Dan tanggal 17 Mei kemarin, kami mengikuti lomba untuk O2SN. Berhasil lolos ke babak semi final.
Dan hari ini, babak semi final di mulai, dilanjutkan dengan babak final hari ini juga. Kami tidak lolos ke babak final. Kami berhenti di posisi ke-6. Tapi bukan itu yang membuatku kesal, sedih, down. Hal lain lagi yang membuatku down.
Orang-orang yang tidak akan pernah mengerti besarnya perjuangan kami dan bagaimana perasaan kami. Guru. Sebagai seorang guru, apalagi wali kelas kami, seharusnya dia mampu memberikan support sekaligus pengertian terhadap anak didiknya. Tapi ini tidak.
Layaknya para peserta lomba, kami memang harus mempersiapkan banyak materi. Dan pasti hampir setiap hari di sekolah, kami disibukkan dengan urusan lomba. Wajar saja jika kami tidak bisa hadir di kelas untuk mengikuti pelajaran. Sebagai seorang guru, harusnya dia mengerti.
Mungkin kami salah kalau kami tidak sempat ijin dengannya. Tapi bayangkan saja, pagi-pagi kami datang sudah dipanggil ke lantai bawah untuk membahas persiapan untuk lomba. Kami langsung turun pastinya. Lagipula dia juga terlambat datang ke kelas. Okelah. Salah kami tidak ijin. Tapi kami juga bukannya TIDAK PERNAH ijin.
Saya pernah turun ke bawah begitu sudah dipanggil, lalu saya naik lagi ke kelas dan meminta ijin padanya. Dan apa yang dia katakan? "Lho, turun saja. Ngapain minta ijin lagi. Kan sudah biasa seperti itu."
Saya tahu betul itu sindiran. Sindiran untuk kami yang menurutnya TIDAK PERNAH ijin dan TIDAK MENGHORMATINYA.
Dan pagi ini, salah satu teman se-tim saya dalam lomba ini mengatakan bahwa guru itu berkata seperti ini di kantor guru, "Saya juga sempat kesal sama mereka bertiga. Baru masuk jam pelajaran, sudah tidak nampak batang hidungnya."
Oh Tuhan! Dia pikir kami senang meninggalkan pelajaran di kelas? Mungkin ada 30% rasa senang karena bisa skip pelajaran di kelas. Tapi kami juga lelah dan khawatir dengan nilai kami. Bagaimana kami mengejar nilai kami di pelajaran yang tertinggal. Itu juga yang kami pikirkan.
Apa dia pikir kami rela datang pagi dan sepanjang hari duduk di tempat yang sama untuk membahas hal yang sama berulang kali? Kami juga capek. Kami juga tidak senang. Tapi apa boleh buat, untuk sekolah.
Aku benar-benar kesal dengan kejadian ini. Apalagi sebelumnya, aku memang dikenal sebagai murid yang cukup dekat dengannya, bahkan disebut sebagai "anak emas"nya (bukan menyombongkan diri). Apa yang terjadi kalau anak emas sudah membuat "ibu"nya yang begitu tidak pengertian itu marah? Kiamat.
Aku tidak begitu peduli lagi sekarang. Aku hanya ingin membuktikan padanya bahwa aku melakukan semua ini demi sekolah. Dan sekalipun aku tidak mengikuti pelajarannya, aku tetap bisa mengerjakan tugas dengan baik.
Dan besoklah saatnya untuk membuktikan. Karena besok ada ulangan untuk mata pelajarannya itu. Akan aku buktikkan bahwa aku tidak hanya mementingkan lomba dan bahwa aku bukannya tidak menghormati dia, aku tetaplah murid yang belajar, murid yang mengejar nilai. Aku tetap bisa seperti dulu!
Dari awal Mei kemarin sudah disibukkan dengan perlombaan debat bahasa inggris. Dua jenis. Yang diadakan oleh Pemko Batam (Batam Expo), dan untuk O2SN.
Yang di Pemko Batam, memang tidak ada harapan. Karena persiapan kami yang memang tidak matang.
Dan tanggal 17 Mei kemarin, kami mengikuti lomba untuk O2SN. Berhasil lolos ke babak semi final.
Dan hari ini, babak semi final di mulai, dilanjutkan dengan babak final hari ini juga. Kami tidak lolos ke babak final. Kami berhenti di posisi ke-6. Tapi bukan itu yang membuatku kesal, sedih, down. Hal lain lagi yang membuatku down.
Orang-orang yang tidak akan pernah mengerti besarnya perjuangan kami dan bagaimana perasaan kami. Guru. Sebagai seorang guru, apalagi wali kelas kami, seharusnya dia mampu memberikan support sekaligus pengertian terhadap anak didiknya. Tapi ini tidak.
Layaknya para peserta lomba, kami memang harus mempersiapkan banyak materi. Dan pasti hampir setiap hari di sekolah, kami disibukkan dengan urusan lomba. Wajar saja jika kami tidak bisa hadir di kelas untuk mengikuti pelajaran. Sebagai seorang guru, harusnya dia mengerti.
Mungkin kami salah kalau kami tidak sempat ijin dengannya. Tapi bayangkan saja, pagi-pagi kami datang sudah dipanggil ke lantai bawah untuk membahas persiapan untuk lomba. Kami langsung turun pastinya. Lagipula dia juga terlambat datang ke kelas. Okelah. Salah kami tidak ijin. Tapi kami juga bukannya TIDAK PERNAH ijin.
Saya pernah turun ke bawah begitu sudah dipanggil, lalu saya naik lagi ke kelas dan meminta ijin padanya. Dan apa yang dia katakan? "Lho, turun saja. Ngapain minta ijin lagi. Kan sudah biasa seperti itu."
Saya tahu betul itu sindiran. Sindiran untuk kami yang menurutnya TIDAK PERNAH ijin dan TIDAK MENGHORMATINYA.
Dan pagi ini, salah satu teman se-tim saya dalam lomba ini mengatakan bahwa guru itu berkata seperti ini di kantor guru, "Saya juga sempat kesal sama mereka bertiga. Baru masuk jam pelajaran, sudah tidak nampak batang hidungnya."
Oh Tuhan! Dia pikir kami senang meninggalkan pelajaran di kelas? Mungkin ada 30% rasa senang karena bisa skip pelajaran di kelas. Tapi kami juga lelah dan khawatir dengan nilai kami. Bagaimana kami mengejar nilai kami di pelajaran yang tertinggal. Itu juga yang kami pikirkan.
Apa dia pikir kami rela datang pagi dan sepanjang hari duduk di tempat yang sama untuk membahas hal yang sama berulang kali? Kami juga capek. Kami juga tidak senang. Tapi apa boleh buat, untuk sekolah.
Aku benar-benar kesal dengan kejadian ini. Apalagi sebelumnya, aku memang dikenal sebagai murid yang cukup dekat dengannya, bahkan disebut sebagai "anak emas"nya (bukan menyombongkan diri). Apa yang terjadi kalau anak emas sudah membuat "ibu"nya yang begitu tidak pengertian itu marah? Kiamat.
Aku tidak begitu peduli lagi sekarang. Aku hanya ingin membuktikan padanya bahwa aku melakukan semua ini demi sekolah. Dan sekalipun aku tidak mengikuti pelajarannya, aku tetap bisa mengerjakan tugas dengan baik.
Dan besoklah saatnya untuk membuktikan. Karena besok ada ulangan untuk mata pelajarannya itu. Akan aku buktikkan bahwa aku tidak hanya mementingkan lomba dan bahwa aku bukannya tidak menghormati dia, aku tetaplah murid yang belajar, murid yang mengejar nilai. Aku tetap bisa seperti dulu!
Selasa, 02 April 2013
"Sebutkan, Jelaskan, Berikan Contoh!"
Beliau terkenal dengan kalimat itu. Bu Andri (alm.) , guru SMK Kartini yang paling ceria dan selalu tertawa. Setiap kali beliau memberikan soal ulangan atau latihan, selalu saja dengan kalimat itu. Beliau adalah guru bidang Kewirausahaan (KWU), pelajaran yang bagi kebanyakan murid adalah pelajaran sulit yang membosankan. Tapi karena kehadirannya sebagai guru pembimbing KWU, mampu membuat suasana mejadi lebih hidup dan ceria. Membuat kebanyakan murid yang tidak menyukai pelajaran KWU menjadi bersemangat ketika pelajaran KWU.
Hari ini saya membuat post ini sebagai tanda saya menghormati beliau, guru yang mengajari kami banyak moral kehidupan. Saya tidak tahu banyak tetang beliau, tetapi hanya ini yang bisa saya bagikan disini.
Sudah beberapa minggu beliau dirawat di rumah sakit karena pembuluh darah di otaknya yang pecah akibat terjatuh. Kami cukup terkejut dengan berita itu. Kami berdoa. Berharap beliau dapat sembuh secepatnya, semoga beliau diberi kemudahan melewati cobaan ini. Banyak murid yang pergi menjenguknya, guru-guru pun senantiasa memberinya dukungan. Bahkan beberapa alumni dari SMK Kartini pergi menjenguknya dan memberinya support. Sayangnya, saya tidak sempat pergi menjenguknya.
Mendengar kabar dari teman-teman, katanya beliau dioperasi. Seperti pasien yang menjalani operasi kepala pada umumnya, beliau mengalami kerontokan rambut, beliau menjadi lemah. Tapi lemah secara fisik, saya percaya beliau tidak menjadi lemah jiwanya karena ini. Beliau selalu tersenyum dan berbagi canda tawa dengan semua orang, saya yakin beliau adalah orang yang kuat.
Kami terus berdoa dan memberi dukungan kepada beliau. Tapi sebuah berita buruk menghampiri kami pagi tadi. Beliau meninggal tadi subuh. Kami semua terkejut, sedih.
Pagi-pagi tiba di sekolah, jam 7, kami semua diminta untuk berkumpul. Salah seorang guru kami mengumumkan berita duka ini. Guru kami itu pun tak kuat menahan air matanya. Banyak guru yang menangis, banyak juga murid yang ikut menangis. Sampai sekarang, saya masih terbayang-bayang wajah beliau.
Saya ingat ketika pertama kali saya remedial dengan beliau. Waktu itu saya mencari beliau ke kantor, meminta waktunya sebentar untuk menuntaskan nilai saya. Beliau dengan senang hati melayani saya (dan beberapa murid lain). Setelah menjalani remedial, nilai saya tuntas. Dan ketika saya mencarinya untuk menanyakan apakah nilai saya tuntas, beliau tersenyum dan mengangguk. Beliau berkata, "Jangan remed lagi ya."
Saya juga ingat ketika beliau mengajar di kelas. Beliau selalu memanggil murid perempuan "Non" dan murid laki-laki "Mas". Beliau adalah guru yang sangat unik. Berbeda dari yang lain. Cara bicara beliau sangat cepat. Beliau mengajari kami bagaimana menjadi manusia yang sukses, bagaimana mengambil resiko, bagaimana menjadi entrepreneur yang baik.
Bab terakhir yang saya pelajari dengan dia adalah mengenai Membangun Komitmen. Saya ingat sekali terakhir kali beliau masuk ke kelas kami untuk mengajari kami Bab tersebut. Karena waktu itu dia mengatakan kalimat ini yang membuat saya sangat termotivasi:
"Sebagai wirausaha, kita perlu memiliki komitmen.
Dan kalian sebagai murid di sini juga harus memiliki komitmen.
Misalnya saja komitmen untuk tidak remedial lagi.
Katakan pada diri sendiri, 'oh, saya sudah pernah remedial dengan guru itu,
saya sudah merasakannya. Maka saya jangan pernah remedial lagi.'
Milikilah komitmen. Janji pada diri sendiri. Karena hidup ini butuh komitmen."
Rest In Peace, our cheerful teacher, Bu Andri. O:')
Jumat, 22 Maret 2013
Everything Begins With Ourselves
Entah benar atau gak kalimat di atas, itu tidak penting. Yang penting isi post satu ini. Hahah.
Terkadang manusia memang senang sekali masuk ke dunia orang lain. Lebih memilih mengurusi urusan orang lain daripada urusannya sendiri.
Terkadang ada manusia yang mau mengurusi urusannya sendiri, tapi terkadang juga melakukan pekerjaan sampingan: mengurusi orang lain.
Terkadang ada manusia yang lebih senang hidup di dunianya sendiri. Tidak peduli dengan dunia luar. Tidak peduli dengan urusan orang lain. Dan juga tidak menginginkan orang lain untuk mengurusi urusannya.
Sering sekali ada manusia yang mengatakan wajah orang lain itu jelek, padahal ia tidak pernah bercermin dan melihat wajahnya sendiri yang penuh dengan jerawat.
Sering sekali ada manusia yang membohongi dirinya sendiri, mengatakan "Aku bisa melupakan dia kok." tapi pada saat itu juga bayangan orang yang ingin dia "lupakan" itu semakin merajalela di pikirannya.
Karena itulah, dia semakin dibuat pusing oleh kebohongannya sendiri. Dia menambahkan beban dalam dirinya sendiri. Dia terlalu sibuk meyakinkan dirinya sendiri dan orang lain dengan apa yang ia katakan. Sampai-sampai dia tidak ada waktu untuk memikirkan bagaimana caranya melupakan orang itu.
Manusia yang mampu membohongi dirinya sendiri, akan sangat mudah membohongi orang lain.
Seorang anak kecil mencuri uang milik ayahnya. Ia menghabiskan uang itu lalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Ketika sang ayah menyadari uangnya hilang dan bertanya pada anak itu, dengan sangat mudah ia membohongi ayahnya dengan berkata : "Aku tidak mencuri, ayah."
Karena dia telah membohongi dirinya sendiri dengan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Bahkan jika dia memang sudah "ahli" dalam hal ini, mungkin dia akan menambahkan kata-kata "peyakinan" seperti ini: "Aku tidak mencuri, ayah. Mungkin uang ayah terselip di saku celana ayah yang dicuci ibu kemarin. Coba ayah tanyakan pada ibu, apakah ia melihat uang ayah yang hilang itu?"
Dan jika dia benar-benar sangat "ahli", dia akan mengatakannya dengan sangat tenang. Menatap kedua mata ayahnya, dan memasang tampang polos tidak bersalah.
Belajarlah untuk jujur pada diri sendiri. Katakan kenyataan apa adanya (tapi bukan berarti pasrah pada kenyataan).
Manusia yang mampu mengingkari janji terhadap dirinya sendiri, akan sangat mudah melupakan janjinya pada orang lain.
Seorang pria yang menduakan pacarnya dan dicampakkan oleh pacarnya, berdiri di depan cermin dan berkata: "Aku berjanji tidak akan menduakan wanita lagi."
Dua bulan berlalu. Dia mendapatkan seorang kekasih baru. Tetapi dia lupa dengan janjinya dulu. Ia bertemu dengan seorang wanita lain ketika sedang kencan dengan kekasih barunya itu. Dan dia tertarik pada wanita lain itu. Ia menduakan kekasih barunya. Dia telah mengingkari janji pada dirinya sendiri.
Lalu suatu hari, temannya bercerita padanya tentang betapa dia mengalami kesusahan ekonomi. Pria itu berkata dengan mantap: "Tenang saja, kawan. Aku janji aku akan membantumu. Aku akan meminjamkan uang padamu."
Tapi dua hari kemudian ketika dia menerima telepon dari temannya yang akan menagih janjinya, dia mematikan teleponnya dan pergi membeli sebuah SIM Card baru tanpa sepengetahuan temannya itu.
Dia tidak peduli lagi dengan "janji"nya itu.
Belajarlah menepati janji atau tekad terhadap diri sendiri. Apa yang telah kamu katakan menjadi pertanggungjawabanmu.
Manusia yang mengatakan orang lain itu buruk, dia sedang mengatai dirinya sendiri.
Seorang gadis sedang mengamati seorang temannya. Ia berbalik dan berkata pada temannya: "Lihat, dia berusaha memikat perhatian para lelaki. Padahal wajahnya tidak seberapa. Lihat tuh, wajahnya berminyak. Apa dia bangga punya wajah buruk rupa seperti itu?"
Lalu seorang temannya menjawab: "Dan apa kamu bangga punya mulut yang suka membicarakan orang lain seperti itu?" Gadis itu terdiam.
Mengatai orang lain buruk, bukan berarti Anda lebih baik daripada orang yang Anda katakan. Mungkin dia memang memiliki keburukan seperti yang Anda katakan, tapi jangan lupa, Anda juga memiliki keburukan, yaitu mulut yang buruk.
Sekarang saya sedang menyinggung gadis dalam cerita di atas. Ya, gadis itu juga buruk. Tapi saya tidak jauh beda dengannya. Cukup saya sadari itu dan tidak perlu dipermasalahkan.
Kita sesama manusia. Saling membicarakan, saling men-judge, saling mengomentari. Itu normal. Tapi tetap sadari keburukan diri sendiri.
Sebelum Anda melakukan sesuatu yang bersangkutan dengan orang lain,
lihatlah diri Anda terlebih dahulu.
Kamis, 14 Maret 2013
What I Feel Today : I Can't Belive in Justice Anymore
Keadilan.
Dulu aku sangat percaya dengan kata ini. Sangat yakin bahwa orang-orang di dunia ini masih mengerti tentang keadilan dan masih bisa melakukan keadilan.
Sekitar 4 bulan yang lalu aku menonton sebuah drama tentang keadilan. Kisahnya tentang seorang cowok yang dituduh sebagai pembunuh oleh polisi. Cowok itu lalu kabur ke luar negeri. Sesungguhnya cowok itu tidak membunuh atas kemauannya sendiri. Ia disuruh oleh seorang pria kaya raya yang merupakan seorang pengusaha besar dan dihormati oleh banyak orang. Para polisi tentu tidak pernah mencurigai pria itu, karena mereka menghormati pria itu. Padahal sesungguhnya pria itulah yang melakukan banyak kejahatan selama ini, bukan cowok itu. Hal ini membuat cowok itu sama sekali tidak percaya lagi pada keadilan, paahal dulunya dia ingin menjadi seorang wartawan yang akan menguak semua kebenaran di depan publik dan membela orang yang benar. Tapi semua kandas setelah ketidakadilan yang ia alami.
Itulah yang terjadi padaku.
Aku sangat yakin bahwa orang-orang yang ku kenal ini mengerti keadilan. Dan aku sudah bertekad untuk menjadi orang yang mampu bersikap adil pada orang lain.
Tapi sejak seminggu yang lalu, aku terus mengalami ketidakadilan.
Pertama, seorang teman sekelasku, sebut saja Anna, ibunya telah meninggal. Ia terlihat sangat sedih karena itu. Tapi beberapa waktu kemudian, dia membeli beberapa barang-barang bagus nan mahal, seperti headset, ice watch, dan banyak lagi. Dan seminggu yang lalu, aku ditanya oleh bendahara kelasku, "Setuju gak kalau misalnya Anna gak bayar uang kas lagi? Dia bilang dia gak mampu."
Yang terlintas di pikiranku saat itu adalah: uang kas hanya Rp 5.000/minggu, sementara uang sekolah kami Rp 620.000/bulan. Kenapa dia sanggup membayar uang sekolah tapi tidak sanggup membayar uang kas. Yang lebih anehnya lagi adalah kenapa dia bisa membeli barang bagus nan mahal itu tapi tidak bisa membayar uang kas. Apa dia pikir dengan alasan ibunya sudah meninggal dan dia tidak mampu lagi, dia sudah bisa meminta untuk tidak membayar uang kas?
Awalnya aku memang tidak setuju. Sangat tidak setuju. Dia bagian dari kelas kami. 27 orang membayar uang kas tiap minggu, dan hanya dia seorang yang tidak membayar? Adil? TIDAK. Tapi setelah dipikir-pikir, aku mengambil sebuah keputusan, "Baiklah. Aku setuju. Tapi hanya sampai akhir semester dua kelas satu ini. Selebihnya, tidak bisa."
Ya, semua setuju. Dan dia tidak perlu lagi membayar uang kas hingga bulan Juni ini.
Kedua, suatu hari guruku tidak masuk dan memberi tugas. Aku langsung mengerjakannya di sekolah hari itu. Tapi hanya 3 orang yang benar-benar mengerjakan tugas itu hari itu. Sisanya, main. Dua hari kemudian ketika tugas itu akan dinilai, punyaku salah. Oke. Aku bilang sama gurunya aku akan kerjakan ulang. Salah seorang temanku, sebut saja Andi, dia tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru kami ketika guru kami itu tidak masuk dua hari yang lalu. Pulangnya, ia meminta jawaban pada temannya. Lalu ia mendapat nilai hari ini. Bahkan hanya dia yang langsung mendapat nilai. Karena tugasnya sangat banyak, aku pun memutuskan untuk menyalin jawabannya saja yang sudah benar. Ketika aku menyalin jawabannya itu, sang guru bertanya pada Andi, "dimana bukumu? Kamu memberi contekan pada temanmu?". Dia mulai mengomel, "Apa gunanya kalian menyontek? Yang kalian perlukan adalah ilmu, mengerti pelajaran yang disampaikan. Kalau kalian menyontek, kalian tidak akan pernah bisa."
Jujur saja, aku adalah murid kesayangan guru itu. Aku tidak yakin dia mengetahui bahwa aku yang menyontek jawaban Andi. Tapi, sikap dia padaku mulai dingin. Nampaknya dia cukup kecewa.
Yang aku pikirkan adalah, dia hanya melihat apa yang ada di depannya, tapi tidak melihat yang di belakangnya. Yang di belakangnya rajin tapi membuat sedikit kesalahan di depannya, ia akan menganggap orang itu salah. Tapi yang di belakangnya menyontek, lalu di depannya tampak seolah-olah sangat rajin dan pintar, dia anggap benar. Dia kecewa padaku? Aku jauh lebih KECEWA!
Ketiga, lagi-lagi karena guru itu. Ia datang ke kelasku hari ini pada jam pelajaran Perpajakan. Lalu dia mengomel tentang piring bekas makan yang sudah diletakkan di sudut kelas kami sejak sebulan yang lalu. Ya, memang kami yang salah karena tidak membuang piring itu secepat mungkin, tapi dia juga salah karena tidak mengetahui kebenarannya. Sebenarnya, piring itu bukanlah diletakkan oleh murid kelas kami. Karena pada saat hari raya imlek, sekolah kami tidak libur. Murid-murid yang merayakan imlek boleh meminta ijin selama 3 hari. 28 orang di kelas kami adalah Buddhis yang merayakan imlek. Otomatis pada tanggal 11-13 Februari 2013 itu kami tidak ada di sekolah dan kelas kami dibiarkan kosong. Yang hadir hanya beberapa murid jurusan Akuntansi dan murid-murid jurusan Keperawatan. Begitu tanggal 14 Februari ketika kami masuk sekolah, piring itu sudah ada, dan kami tidak tahu siapa yang meletakkannya disana. Tapi ketika aku menjelaskan hal itu pada guruku itu, dia malah berkata dengan cukup kasar: "Saya tidak mau tahu. Kalian seharusnya bisa sadar. Melihat ada kotoran di situ, ya dibuang. Apa kalian gak jijik melihat piring bekas itu? Guru-guru saja sampai complain. Masa' hal begitu saja mau diajarkan? Terus, kemarin yang debu-debu dan kotoran di dekat meja guru itu, kalian bilang itu karena atap yang rusak itu? Atapnya aja di pinggir kiri, memangnya bisa sampai ke tempat meja guru di pojok kanan? Lalu tanah di belakang kelas itu? Kalian bilang itu tanah dari pot di luar dan kalian gak tau kenapa bisa masuk ke dalam kelas? Kalian kan ada piket, masa' tidak memperhatikan hal-hal seperti itu? Alasan aja."
Kalau saja dia bukan wali kelas ku, dan bukan orang yang lebih tua dari aku, mungkin sudah kutampar dia. Dia tidak pernah percaya pada kami. Apa kami seburuk itu di mata dia? Bahkan penjelasan kami pun tidak mau dia dengar.
Aku sangat membenci orang yang memandang orang lain sebelah mata dan tidak mengerti pentingnya KEADILAN.
Ingat! Sesering apa pun seseorang melakukan kesalahan, tidak selamanya dia salah.
Sekali orang itu jatuh, tidak selamanya dia merangkak sepanjang perjalanan. Dia akan belajar dari kesalahan dan tidak akan pernah terjatuh lagi karena hal yang sama.
Jangan hanya memiliki sepasang mata di kepalamu, tapi milikilah mata di hatimu untuk melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh mata kepalamu!
Langganan:
Postingan (Atom)